Menu

Mode Gelap
 

Anies-Gus Muhaimin, dan Konstelasi Politik Pilpres

- Nusanews.co

19 Oct 2023 04:38 WIB


					Anies-Gus Muhaimin, dan Konstelasi Politik Pilpres Perbesar

Pasangan bakal capres-cawapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) mendaftar ke KPU pada hari ini, Kamis (19/10).

Prosesi pendaftaran dimulai usai Anies dan Gus Muhaimin melakukan salat Subuh dan dilanjutkan prosesi sungkeman di kediaman masing-masing.

Setelahnya, Anies-Gus Muhaimin dan rombongan mampir ke setiap kantor partai koalisi. Pertama-tama DPP PKS, lalu ke DPP PKB dan DPP NasDem. tiba di KPU.

Pandangan penulis, Koalisi Perubahan yaitu NasDem, PKB, dan PKS adalah refresentasi dari bersatunya kekuatan keumatan.

Secara spektrum basis pemilih, koalisi ini merepresentasi bersatunya kekuatan dalam spektrum yang luas, spektrum kebangsaan, spektrum keumatan yang makin hari semakin solid. Memberi warna yang berbeda-beda tetapi saling menguatkan dan saling melengkapi.

Secara hitung-hitungan angka, Koalisi Perubahan (NasDem, PKB, dan PKS) juga melampaui syarat kursi yang ditetapkan.

Pada Pileg 2019 NasDem memperoleh 12,6 juta suara atau 9,05 persen dengan kursi 59 persen, PKB mendapatkan 13,57 juta suara sementara PKS mendapatkan 11,49 juta dengan persentase 8,21 persen dan 50 kursi di DPR.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), total perolehan suara suara sah partai politik pada Pemilu 2019 mencapai 139,97 juta suara. PKB menjadi partai dengan kekuatan yang paling besar di koalisi tersebut. Perolehan suaranya sebesar 13,57 juta suara atau 9,69% dari suara sah nasional. Disusul oleh NasDem dengan perolehan 12,66 juta suara atau 9,05%. Lalu PKS yang mencapai 11,49 juta atau 8,21%. Sementara untuk perolehan kursi di DPR, NasDem mendapat paling besar, yakni 59 dari 575 kursi. Perolehan tersebut setara 10,26%. Tipis di bawah NasDem ada PKB dengan perolehan 58 kursi atau 10,8% dari total kursi DPR. Selanjutnya, PKS sebanyak 49 kursi atau 8,52%.

Jika dihitung, proporsi perolehan suara ketiga partai politik itu menyentuh 26,95%. Sementara proporsi kursi DPR ketiganya sebanyak 29,58%.

Ini berarti koalisi Anies dan Gus Muhaimin sudah lolos ambang batas atau presidential threshold (PT) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Tiga Poros Koalisi

Salah satu wacana dan diskursus politik yang menghiasi beragam pemberitaan media massa baik media massa cetak, elektronik, online/website bahkan sosial media adalah manuver politisi dalam rangka membentuk koalisi parpol menjelang Pilpres

Koalisi yang akan dibangun partai-partai semakin hari semakin jelas arahnya. Saat ini sudah ada tiga poros koalisi partai politik pendukung capres-cawapres menuju Pemilu 2024, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) yang diusung oleh Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemudian ada Koalisi Indonesia Maju pengusung Prabowo Subianto yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, sejumlah parpol nonparlemen, serta koalisi pengusung Ganjar Pranowo yang dimotori PDI Perjuangan bersama PPP, Perindo, dan Hanura.

Dengan tiga poros koalisi yang ada saat ini, amatan penulis:

Pertama, ada sebuah optimisme bahwa gelaran Pemilu 2024 akan berlangsung lancar dan damai. Dan memang keinginan kita semua bahwa Pemilu 2024 harus lebih mengedepankan perang gagasan dan program, bukan sekadar saling lempar hoaks dan kampanye hitam.

 

Kedua, Dengan tiga paslon, polarisasi tajam yang membelah masyarakat seperti di Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 diprediksi tidak akan terjadi. Dengan tiga poros membuat Pemilu 2024 tanpa polarisasi tajam ketimbang hanya satu putaran dengan dua poros. Pemilu 2024 diprediksi bakal lebih tenang. Potensi kerawanan pun akan lebih rendah.

 

Menurut penulis, koalisi atau kerja sama membangun kekuatan politik dibutuhkan dalam dua hal:

 

Pertama, dalam jangka pendek untuk memperluas dukungan atau menambah raihan suara agar bisa memenangi pemilihan presiden (pilpres).

 

Kedua, dalam jangka panjang agar bisa membangun pemerintahan yang kuat dan efektif saat sudah berhasil meraih kursi kepresidenan.

 

Secara garis besar, ada dua model koalisi yang akan dibangun.

 

Pertama, koalisi kerja sama yang kokoh di atas kesamaan ideologi dan platform.

 

Kedua, koalisi besar berdasarkan persamaan kepentingan untuk memperkuat sistem presidensial dengan dukungan parlemen yang solid.

 

Dalam konteks Koalisi Perubahan, Model pertama diinginkan Nasdem-Anies. Dengan model ini, Nasdem sudah merasa cocok dengan PKB yang saat bertemu kesamaan platfom yang diketengahkan, tanpa bicara bagi-bagi kursi di kabinet. PKB yang awalnya mengajukan nama cawapres akhirnya pun lebih mengedepankan kesamaan platform. Begitu pula Partai Nasdem dan PKB. Model kedua diinginkan Koalisi Perubahan. Dengan model ini, tidak mengharamkan kalkulasi bagi-bagi kursi sebagai tuntutan yang realistis, berambisi membangun koalisi besar. Soal ideologi, tentu menjadi salah satu pertimbangan, meskipun bukan yang utama.

 

Kedua model ini sama-sama sah dan halal dalam sistem demokrasi. Persamaan ideologi dan kepentingan adalah modal utama berkoalisi. Ada yang mengatakan, kesamaan ideologi lebih tinggi nilainya dibandingkan kesamaan kepentingan. Saya kira pendapat ini bisa benar, bisa juga salah. Itu karena pada faktanya, antara ideologi dan kepentingan tak bisa dipisahkan, lebih tepatnya tak bisa didikotomikan.

 

Dalam ideologi ada kepentingan dan dalam kepentingan ada ideologi. Jika ideologi adalah ide, kepentingan adalah aksi. Antara ide dan aksi tak bisa dipisahkan karena ide tanpa aksi dalam politik praktis ibarat kepala tanpa kaki.

Apa pun model koalisinya, menurut saya, yang penting orientasinya ke kualitas, bukan kuantitas. Koalisi yang dibangun Presiden Jokowi dengan memperbanyak kursi koalisi di parlemen jelas menunjukkan koalisi yang berorientasi kuantitas. Koalisi berkualitas, bisa besar bisa juga sedikit dan sederhana, sedikit artinya sekadar mampu memenuhi syarat pencalonan presiden. Sederhana artinya juga, bisa menguasai 50 persen plus satu kursi parlemen.

 

Anies-Gus Muhaimin Sebuah Titik Temu

 

Anies-Gus Muhaimin adalah dua sosok titik temu dari parpol pengusung Anies-Gus Muhaimin di Pilpres 2024.

Penentuan bakal calon wakil presiden (cawapres) Gus Muhaimin untuk Anies perlu dilihat dari beberapa aspek:

Pertama, aspek historis. NasDem sebagai partai nasionalis biasanya lebih cenderung mengambil tokoh NU sebagai bakal calon orang kedua di pilpres. Misalnya, di Pemilu 2019 PDIP sebagai partai nasionalis, KH Maruf Amin akhirnya dipilih menjadi cawapres Jokowi.

Kedua, aspek sosiologis, sosok Gus Muhaimin bisa memperkuat dukungan terhadap Anies di wilayah asal Gus Muhaimin, yakni Jawa Timur. Keuntungannya, secara elektoral, basis demografi keduanya saling melengkapi karena Anies akan mewakili daerahnya dengan identitas nasionalisnya.

Sementara Gus Muhaimin merepresentasikan Jawa Timur dengan simbol religiusitas NU (Nahdlatul Ulama).

Ketiga, aspek ideologis, jika Anies dipasangkan dengan Gus Muhaimin maka akan saling melengkapi dan sesuai dengan keinginan parpol pengusung Anies-Gus Muhaimin di Pilpres 2024 yang ingin memadukan tokoh nasionalis-religius. Dari sisi karakter kepemimpinan, Anies-Gus Muhaimin juga bisa saling menutup kekurangan masing-masing. Dalam konteks Anies sebagai solidarity makers, dan Gus Muhaimin sebagai administratur. Basis ideologis ini juga diperkuat, dengan latar belakang Anies dan Gus Muhaimin. Satu pendidik, satunya lagi aktivis. Ini duanya tokoh muda, yang punya background aktivis. Anies tumbuh dari social service menjadi penggagas Indonesia mengajar kemudian ketika masa pemerintahan menjadi menteri menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kemudian melanjutkan pengabdiannya pada negara melalui perannya sebagai Gubernur, memimpin daerah. Begitupun Gus Muhaimin background juga aktivis mahasiswa keduanya sama-sama aktif di UGM dulu, kemudian masuk ke ormas, memimpin PMII masuk KNPI, masuk ke politik, memimpin partai 15 tahun lamanya.

Keempat, aspek branding politik. Tipologi NasDem dan PKS biasanya mencari cawapres yang mampu bersaing dengan bakal cawapres lain. Tidak hanya secara elektoral, namun juga citra publik. Gus Muhaimin bisa mendongkrak elektabilitas bakal calon presiden dari NasDem Anies di Pilpres 2024. Kualitas personal Gus Muhaimin bisa memperkuat pencitraan atau branding Anies melalui rekam jejaknya yang dinilai bersih dan berani selama ini. Karena, di antara sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) saat ini, Gus Muhaimin merupakan salah satu tokoh yang paling populer dan mendapatkan penerimaan publik cukup baik.

Gus Muhaimin dan Massa Nahdliyin

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia tidak bisa dibantah, sudah banyak hasil survei yang mencoba mengestimasi jumlah warga NU.

Angka yang beredar dari Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengemukakan data bahwa terdapat total 20 persen warga Indonesia yang mengaku sebagai anggota Nahdlatul Ulama (NU). Jika dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebanyak 204.807.222, maka jumlah anggota NU sebanyak 20 persen itu setara dengan 40.961.444 orang. Artinya, kalau jumlah pemilih kita 2024 nanti sekitar 200 juta, kurang lebih itu 40 juta, 20 persen itu sangat amat banyak’.

Dari perspektif sejarah pendiriannya, PKB merupakan anak kandung NU meskipun ormas itu kemudian membatasi diri dalam dunia politik, dengan kembali ke Khitah 1926. Lewat berbagai agenda, organisasi nahdliyin memfokuskan untuk mengurus umat, bukan lagi partai dan berpolitik praktis. Namun tak bisa dimungkiri, PKB merupakan salah satu warisan politik nahdliyin.

Bahkan dalam dari setiap pemilu masih mampu bersaing dengan partai besar lain. Hal ini mengindikasikan bahwa partai yang kelahirannya dibidani ulama masih memiliki citra kuat. Dengan kata lain, umat masih merindukan kehadiran ulama sebagai pilihan.

Hal itu sekaligus mengindikasikan bahwa ulama, sebagai figur teladan, merupakan sosok yang sangat diharapkan umat. Ulama diyakni bisa membimbing umat secara moral spiritual dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi yang mengikis moral. Di sisi lain, kekeringan spiritualitas juga dialami oleh umat sehingga sosok ulama dibutuhkan sebagai oasis.

Menurut penulis, setidaknya ada 2 (dua) catatan dari bahasan Gus Muhaimin dan Massa Nahdliyin ini:

Pertama, Pertarungan memperebutkan suara Nahdliyin paling keras tentu saja di Jawa Timur. Suara NU di Jatim sangat besar sehingga banyak partai yang serius menggarap massa NU, apalagi Gus Muhaimin juga mempunyai akar yang kuat di Jawa Timur. Partai-partai Islam, seperti PKB, PPP, dan PKS akan memperebutkan massa santri yang kuat di Jatim. Pertaruhan Koalisi Perubahan tentu saja akan memanfaatkan ketokohan Gus Muhaimin sehingga mampu menaikkan elektoral Anis-Gus Muhaimin.

Kedua, Terkait dengan sinyalemen Koalisi Perubahan bahwa Gus Muhaimin bisa membawa gerbong Nahdliyin bergabung bersama Koalisi Perubahan merupakan sesuatu yang menarik. Selama ini, kiai dan keluarganya dianggap sebagai tokoh panutan warga Nahdliyin. Gus Muhaimin juga dinilai tokoh politik yang mempunyai jaringan luas, bukan saja jaringan struktural, tetapi juga jaringan kultural di seluruh Indonesia. Gus Muhaimin yang juga cicit pendiri Nahdlatul Ulama KH Bisri Syansuri ini diharapkan koalisi perubahan membawa gerbong massa Nahdliyin yang juga pengagum kakek-nya, KH Bisri Syansuri.

Apa yang menjadi pilihan kiai akan menjadi pilihan pengikutnya. Ini, setidaknya, pernah dibuktikan dalam Pemilu 1955 di mana NU yang hanya mempunyai waktu tiga tahun mampu menempati posisi partai kelas atas. Kemudian ketika bergabung dengan PPP tahun 1973, NU menjadi penyumbang suara terbesar bagi PPP.

Ketika PKB berdiri 1998, suara santri paling besar menyumbangkan suaranya. Di samping itu, kiai dan santrinya mempunyai jaringan kultural yang sangat efektif sampai ke pelosok desa. Kiai biasanya mengisi pengajian sampai ke level terbawah, RT dan RW. Semua ini potensi yang sangat melimpah, yang secara politik akan dimanfaatkan koalisi perubahan dengan hadirnya sosok Gus Muhaimin.

Tentang Penulis:

Eko Supriatno

Komunitas Sahalang4nies, Penulis Buku Gus Muhaimin Gasspolll (Penggerak Kaum Sarungan Menuju Istana), Tenaga Ahli DPRD Banten.

Baca Lainnya

Usaid dan Mitra Adakan Sosialisasi ILP Petugas Puskemas 

6 September 2024 - 17:58 WIB

Peringati Hari Pelanggan Nasional, BRI Branch Office, Berikan Apresiasi kepada Nasabah

6 September 2024 - 13:39 WIB

Polri Siap Amankan Misa Akbar Paus Fransiskus dan ISF 2024: Bersejarah Bagi Umat dan Dunia

6 September 2024 - 02:54 WIB

Dosen UNMA Banten Bergerak Serukan Polres Pandeglang Hentikan Kriminalisasi Rektor!

5 September 2024 - 12:07 WIB

Amanah Takaful Bersama VES Community Adakan Layanan Kesehatan Gratis di Kawasan TNUK

4 September 2024 - 23:18 WIB

PC AMI Kabupaten Pandeglang Sesalkan Dugaan Camat Serukan Pembentukan Koordinator TPS untuk Pilkada 2024

3 September 2024 - 14:43 WIB

Trending di Daerah